Coolturnesia - Gorontalo - Bencana alam dan non-alam menunjukkan frekuensi dan intensitas yang semakin tinggi di Gorontalo beberapa tahun terakhir ini. Bencana, adalah musuh bagi peradaban, bagaimanapun bentuk dan berapapun ukurannya. Bencana, di samping menurunkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, juga berimplikasi buruk bagi kinerja sektor ekonomi utama. Keseimbangan ekologi dan sosial menjadi rentan pasca bencana. Banjir, tanah longsor, angin topan dan kekeringan merupakan bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi. Bencana non-alam berasal dari penularan wabah penyakit secara masif dan cepat seperti COVID19, flu burung, anthrax, HIV-AIDS dan lain-lain. Dampak bencana alam menjadi salah satu variabel yang tak bisa diabaikan dalam perekonomian.
Sektor pertanian menjadi sektor paling terdampak bencana alam. Sektor ini identik dengan pengambilan, pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam berupa komoditas pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor ini merupakan penjamin ketahanan pangan, berhubungan dengan kesanggupan negara dalam memastikan ketersediaan dan kemudahan masyarakat dalam mendapatkan pangan dengan harga terjangkau dan stabil.
Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai patokan perekonomian sebuah negara dan wilayah, mengalami penurunan yang sangat parah dalam jangka panjang akibat bencana dan perubahan iklim. Peningkatan bencana akibat perubahan iklim akan menyebabkan defisit perekonomian, karena pemerintah perlu mengeluarkan anggaran untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.
Curah hujan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, peningkatan curah hujan akan menyebabkan potensi terjadinya banjir, sehingga berdampak pada keterhambatan kegiatan ekonomi dan memperburuk ketimpangan penduduk.
Perubahan iklim berdampak signifikan pada sistem pertanian global. Pola curah hujan yang tidak menentu, kekeringan yang lebih sering, dan kenaikan permukaan air laut mengancam produksi tanaman dan ternak. Perubahan iklim juga mengintensifkan hama dan penyakit, mengurangi hasil panen, dan mengganggu rantai pasokan pangan.
Penduduk Provinsi Gorontalo sekitar 30 persennya masuk kelompok miskin dan rentan. Kenaikan harga bahan pangan menyebabkan penduduk dengan penghasilan rendah akan sulit mendapatkan pangan yang sesuai dengan pendapatan mereka. Sehingga kesejahteraan masyarakat menurun bahkan berpotensi mengalami kelaparan dan malnutrisi.
Kenaikan harga pangan juga akan merugikan petani sebagai produsen dan para pedagang. Apabila harga pangan terus naik, daya beli masyarakat akan ikut berkurang. Akibatnya petani dan pedagang akan merugi. Petani penghasil pangan, tetapi pengeluarannya tertinggi untuk makanan terutama beras dan rokok.
Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa periode 2010-2023, sektor pertanian berkontribusi hampir 40 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha Provinsi Gorontalo. Artinya, ketika PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2023 senilai Rp. 51.374 miliar, maka sumbangan sektor pertanian mencapai Rp. 20.549,6 miliar. BPS juga merilis, dari 651.425 angkatan kerja, terdapat 149.235 orang bekerja di sektor pertanian. Maknanya, hampir 23 persen angkatan kerja di Provinsi Gorontalo terserap di sektor pertanian. Secara rinci, sektor ini diisi oleh 149.235 unit usaha pertanian perorangan (UTP), dengan 91.789 unit usaha berada di subsektor tanaman pangan, 30 unit perusahaan pertanian berbadan hukum (UPB), dan 19 unit usaha dari subsektor perkebunan.
Berdasarkan sebaran kabupaten kota, UTP terbanyak di Kabupaten Gorontalo sebanyak 59.698 unit atau 40 persen dari total UTP Provinsi Gorontalo (6.761 UTP berada di Kecamatan Tibawa). Sedangkan UTP paling sedikit di Kota Gorontalo yakni 3.552 unit atau 2,38 persen (677 UTP di Kota Utara). Selanjutnya, 5.741 UTP di Kecamatan Wonosari Boalemo, 3.653 di Kecamatan Kwandang Gorontalo Utara, 3.253 di Kecamatan Randangan Pohuwato, serta 2.068 di Kecamatan Bone Kabupaten Bone Bolango.
Jagung hibrida merupakan komoditas pertanian utama yang paling banyak diusahakan di semua kabupaten, menyusul kelapa, sapi potong dan cengkih. Sedangkan padi sawah inbrida, sapi potong dan ayam kampung biasa, tercatat sebagai komoditas terbanyak budidayanya di Kota Gorontalo.
Gambar 1: Komposisi Petani Provinsi Gorontalo Berdasarkan Usia, Tahun 2023
Di tengah fenomena bonus demografi, struktur pekerja sektor pertanian Gorontalo masih didominasi paruh baya atau Gen X (usia 43-58 tahun) sebanyak 43,13 persen kemudian Generasi Milenial (27-42 tahun) 30,43 persen serta Baby Boomer (usia 59-77 tahun) 21 persen (gambar 1). Lemahnya sumberdaya manusia pertanian didominasi oleh petani penggarap, buruh tani dan petani gurem yang sangat rentan terhadap gagal panen akibat gangguan alam, kelangkaan atau distribusi pupuk, benih, pestisida, jerat dan ketergantungan pada tengkulak/pengijon. Posisi tawar petani lemah tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang fluktuatif, bahkan trendnya melemah. Apalagi NTP tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura menurun. sebaliknya nilai tukar peternak dan nelayan cenderung meningkat. Akibatnya produktivitas petani dan lahannya tetap rendah meskipun sudah banyak inovasi teknologi pertanian yang diperkenalkan.
Solusi jangka pendek, menengah dan jangka panjang diperlukan untuk menangani dampak buruk bencana terhadap sektor pertanian Gorontalo, diantaranya:
Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi terhadap iklim basah (La Nina) dengan tingkat curah hujan tinggi, Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian serta OPD terkait di Kabupaten Kota dan Provinsi Gorontalo perlu melakukan mapping wilayah rawan banjir, early warning system dan rutin memantau informasi BMKG.
Pengerukan sedimentasi sungai/DAS dan saluran air, kanal serta drainase sehingga peningkatan curah hujan tidak tertahan dan menggenangi daratan dan pemukiman.
Memompa in-out dari sawah serta rehabilitasi jaringan irigasi tersier dan kuarter
Menggunakan benih padi tahan genangan (misal Inpari 1-10, Inpari 29, Inpari 30, dan Ciherang) atau komoditas lokal
Menerapkan asuransi usaha tani padi dan bantuan benih gratis bagi yang puso serta pasca panen dengan menggunakan pengering (dryer) dan Rice Milling Unit
Perlunya Peta jalan (roadmap) Pertanian Presisi menuju Gorontalo Emas 2045
Pertanian presisi adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan strategi pengelolaan dengan teknologi, untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sehingga mampu mencapai hasil maksimal. Sekaligus meminimalkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Selain itu, proses industrialisasi berbasis pertanian, bio ekonomi, pembentukan korporasi petani, serta terus mempromosikan keberlanjutan, ekonomi hijau, dan ekonomi sirkular juga menjadi strategi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, untuk mempercepat transformasi ekonomi.
World Economic Forum memperkirakan, jika 15-25 persen sistem pertanian mengadopsi pertanian presisi, hasil pertanian global dapat ditingkatkan 10-15 persen pada tahun 2030, mengurangi 10 persen emisi gas rumah kaca dan 20 persen penggunaan air, serta penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan.
Sosialisasi dan edukasi perubahan perilaku masyarakat yang masih membuang sampah ke selokan ternyata masih membutuhkan upaya dan Gerakan Bersama, di samping membudayakan menanami pekarangan di rumah tangga perkotaan non pertanian dengan komoditas pisang, cabe, papaya, rempah, dan tanaman rindang pelindung. (Penulis, Dr. Herwin Mopangga, Ekonom Kementerian Keuangan Provinsi Gorontalo dan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo).
Pemkab Gorontalo Luncurkan Kartu E-Retribusi dan Kuliner Non Tunai