Coolturnesia – Gorontalo – Berdasarkan hasil Long Form Sensus Penduduk (SP) 2020, dalam 22 tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo mencatat, angka kelahiran total (Total Fertility Rate /TFR) maupun angka kematian bayi di Provinsi Gorontalo mengalami penurunan.
Jika pada SP 2000 sebesar 2,7 menjadi 2,3 pada SP2020. Angka TFR pada SP2000 tersebut menunjukkan bahwa seorang perempuan melahirkan 2 - 3 anak selama masa diproduksinya. Sedangkan pada SP2020, seorang perempuan melahirkan sekitar 2 anak selama masa reproduksinya.
Selain mampu menurunkan angka kelahiran, BPS Provinsi Gorontalo mencatat, Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam kurun waktu 22 tahun terakhir, berhasil menurunkan angka kematian bayi cukup signifikan, hingga lebih dari 50%. Jika pada SP 2000 tingkat angka kematian bayi sebesar 57 per 1000 kelahiran hidup, dari hasil Long Form SP 2020, di mana surve dilakukan pada Mei-Juni 2022, angka kematian bayi di Provinsi Gorontalo tercatat sebesar 29,47 per 1000 kelahiran hidup.
“Menurut kabupate/kota di Gorontalo, hasil dari Long Form SP2020, angka kematian bayi terendah terjadi di Kota Gorontalo sebesar 21,88 per 1000 kelahiran hidup. Tertinggi di Kabupaten Pohuwato 34,52 per 1000 kelahiran hidup,” ungkap Prasaja Arifyanto, Statistik Ahli Madya BPS Provinsi Gorontalo.
Keberhasilan menurunkan angka tingkat kelahiran dan kematian bayi di provinsi Gorontalo, diakui Joko Wiyanto, Penata KKB Ahli Muda BKKBN Provinsi Gorontalo, karena upaya pendewasaan perkawinan dan penerpan tidak melakukan 4 T (4 Terlalu).
Manurut Joko, pendewasaan perkawinan itu maksudnya, menyosialisasikan terkait usia perkawinan yang idealnya dilakukan pasangan. Di mana untuk wanita berusia 21 tahun dan pria 25 tahun. Sehingga diperkirakan pada saat melahirkan, usia perempuan telah dewasa dan layak untuk melahirkan, baik secara fisik maun phsikisnya.
“Ada 4T ya, empat terlalu, kematian bayi itu karena Terlalu muda menikahnya, kemudian Terlalu sering ibu melahirkan, Terlalu pendek jaraknya antara anak yang dilahirkan, kemudia yang terakhir itu, Terlalu tua,” terang Joko.
Meski mampu menurunkan angka tingkat kematian bayi di Gorontalo hingga lebih dari 50% dalam kurun waktu 22 tahun, tetapi angka tingkat kematian bayi di Gorontalo masih tertinggi di Pulau Sulawesi. (*as)
Pemkab Gorontalo Gandeng BPKP, Perkuat Tata Kelola Aset Daerah